Daerah atau permukiman kumuh masih menjadi persoalan besar di kawasan ASEAN. Sebuah laporan dari ASEAN Sustainable Urbanisation menyatakan bahwa antara 22 hingga 55 persen penduduk perkotaan di ASEAN saat ini tinggal di permukiman kumuh.[1] Daerah kumuh terbentuk karena ketidaksetaraan pendapatan, pertumbuhan ekonomi yang rendah, migrasi penduduk, sehingga menjebak penduduk dalam kemiskinan dan kurangnya akses ke perumahan yang terjangkau.
Persoalan inilah yang dipotret oleh Kay Eugenia Purnama dan Jessen Wiryawan yang tergabung dalam tim JKaLgOLithm saat mengikuti program ASEAN Data Science Explorers 2023 (ASEAN DSE), program unggulan dari ASEAN Foundation bekerja sama dengan SAP. Keduanya berhasil keluar sebagai juara ketiga dengan usulan “SlumDunk”. Usulan ini dirancang untuk memonitor permukiman kumuh dan menggerakkan relawan untuk meningkatkan kelayakan hidup dan memberdayakan masyarakat di sana.
Kay Eugenia Purnama dan Jessen Wiryawan mengatakan negara-negara ASEAN rata-rata memiliki kesulitan yang sama dalam mengatasi masalah permukiman kumuh, yaitu kurangnya sumber daya keuangan dan tenaga kerja untuk meningkatkan infrastruktur kumuh, serta meningkatkan keterampilan individu yang tinggal di daerah-daerah tersebut. Selain itu, laporan mengenai permukiman kumuh yang tidak lengkap karena keterbatasan informasi juga menimbulkan kesulitan bagi pemerintah dalam melaksanakan intervensi dan inisiatif komprehensif. “Pada saat yang sama, masyarakat luas cenderung kurang memiliki kesadaran tentang pentingnya mendukung komunitas ini dan membangun masyarakat yang inklusif,” kata Kay Eugenia Purnama dan Jessen Wiryawan.
Usulan yang diajukan SlumDunk bertumpu pada dua pendekatan yaitu memantau daerah kumuh dan menghubungkan sukarelawan ke daerah kumuh yang membutuhkan. Solusi ini akan menerapkan pencitraan satelit dan sensor Internet of Things (IoT) untuk menemukan daerah kumuh dan kondisinya secara akurat, serta Volunteered Geographic Information (VGI) untuk membuat, mengumpulkan, dan menyebarkan data geografis yang disediakan secara sukarela oleh individu, sehingga masyarakat bisa ikut berperan aktif.
Melalui program ASEAN DSE, tim JKaLgOLithm menjalani pelatihan untuk mempelajari platform SAP Analytic Cloud (SAC). Dengan platform ini, tim dapat meningkatkan strategi berbasis data. Kay dan Jessen mendapat informasi berwawasan yang didapat dari kumpulan data, memungkinkan keduanya mengajukan solusi dan membuat keputusan dengan menganalisa pola, tren, dan indikator utama mengenai tantangan yang dialami oleh masyarakat di daerah kumuh saat ini.
SlumDunk juga mengusulkan untuk mengumpulkan komunitas sukarelawan untuk melakukan pelatihan bagi masyarakat di permukiman kumuh, membangun fasilitas sanitasi, dan pendanaan. Strategi ini tidak hanya penting tetapi juga sangat bermanfaat dalam menumbuhkan rasa inklusivitas dalam komunitas. Untuk keberlanjutannya, SlumDunk akan menjalin kemitraan dengan LSM lokal serta pemerintahan kota atau daerah, dan dalam jangka panjang akan memperluas jaringan kemitraan sampai ke perguruan tinggi.
Pencapaian Kay Eugenia Purnama dan Jessen Wiryawan sejalan dengan semangat ASEAN DSE “Today’s Youth for Tomorrow World” dan mengajak generasi muda ASEAN untuk mengoptimalkan peran mereka dalam mengatasi permasalahan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan ini.
ASEAN Data Science Explorers 2023 adalah program unggulan ASEAN Foundation dan SAP melalui kolaborasi yang sudah terjalin sejak 2017. Program ini dirancang untuk memberdayakan perusahaan rintisan sosial yang dimotori oleh anak-anak muda ASEAN dalam menciptakan solusi inovatif yang memberikan manfaat ekonomi inklusif di kawasan ASEAN. Para perwakilan pemuda yang mewakili 10 negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam) mempresentasikan usulan yang berbasis data yang dikembangkan menggunakan SAP Analytics Cloud, sebuah solusi tunggal untuk intelijen bisnis dan perencanaan perusahaan yang dilengkapi dengan kekuatan kecerdasan buatan, teknologi pembelajaran mesin, dan analitik prediktif.
Dr. Piti Srisangnam, Direktur Eksekutif ASEAN Foundation mengatakan ASEAN Foundation dan SAP telah lama bekerja sama pada isu-isu yang sangat penting termasuk literasi data. Tidak hanya di program ini, ASEAN Foundation juga bekerja sama dengan SAP pada program-program lain seperti program pengembangan usaha sosial. “Untuk program Data Science Explorers (DSE), kami fokus pada analisis data dan pemecahan masalah. Peserta menemukan masalah di masing-masing negara dengan membedah data. Dengan pemikiran kritis dan analitik juga bekerja dalam kolaborasi tim, peserta dilatih untuk memimpin, mengikuti, dan mengkomunikasikan masalah ini kepada publik, serta menghasilkan solusi,” kata Piti Srisangnam.
Program ASEAN DSE dikembangkan melalui proyek-proyek inovatif yang menunjukkan kreativitas, kemampuan memecahkan masalah, dan kemahiran dalam menguasai teknologi. Memanfaatkan teknologi dan pemikiran kreatif akan menghasilkan Solusi Berfokus pada Masa Depan yang mengedepankan pertimbangan keberlanjutan, keberagaman, dan inklusivitas. ASEAN DSE juga dipersiapkan untuk membekali generasi muda ASEAN dengan keterampilan analisis data yang dibutuhkan untuk berkembang dan bersaing dalam Revolusi Industri 4.0.
Pelajari lebih lanjut tentang ASEAN DSE dengan mengunjungi www.aseandse.org atau Grup Facebook-nya.